Rabu, 06 Maret 2024

KONEKSITAS (Bagian 1)


 

            Kadangkala suatu tindak pidana dilakukan tidak hanya oleh warga sipil akan tetapi juga oleh warga sipil bersama-sama dengan anggota militer aktif. Padahal diketahui bahwa terdapat badan peradian yang berbeda yang akan mengadili bagi warga sipil maupun anggota militer aktif yang melakukan tindak pidana.

            Bagi warga sipil, jika melakukan tindak pidana, maka akan diadili di Pengadilan Negeri sesuai dengan wilayah atau tempat kejadian perkara, sedangkan bagi anggota militer aktif yang melakukan tindak pidana akan diadili di Pengadilan Militer sesuai dengan wilayah Komando Daerah Militer (Kodam) tempat kejadian perkara dilakukan. Pertanyaannya adalah bagaiamana apabila ada anggota militer aktif ada yang melakukan tindak pidana bersama-sama dengan warga sipil? Tentu tidak akan singkron badan peradilan yang akan menyidangkannya.

            Hal tersebut sebenarnya diatur di dalam ketentuan Pasal 89 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang terdiri dari 3 (tiga) ayat yang menyebutkan sebagai berikut :

(1)  Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum kecuali jika menurut keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan dengan persetujuan Menteri Kehakiman, perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer;

(2)  Penyelidikan perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan oleh suatu tim tetap yang terdiri dari penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Polisi Militer Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan Oditur Militer atau Oditur Militer Tinggi sesuai dengan wewenang mereka masing-masing menurut hukum yang berlaku untuk penyidikan perkara pidana;

(3)  Tim sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dibentuk dengan surat keputusan bersama Menteri Pertahanan dan Keamanan dan Menteri Kehakiman.

Penjelasan singkat dari ketentuan Pasal 89 KUHAP ini dapat dijabarkan sebagai berikut :

-       Apabila terjadi tindak pidana yang dilakukan oleh warga sipil bersama-sama dengan anggota militer aktif, maka proses persidangan bagi warga sipil dilakukan di Pengadilan Negeri sedangkan bagi anggota militer aktif dilakukan di Pengadilan Militer;

-       Ketentuan di atas dikecualikan apabila ada Keputusan dari Menteri Pertahanan dengan persetujuan Menteri Kehakiman (sekarang adalah dengan persetujuan Ketua Mahkamah Agung), pelaku, baik  warga sipil maupun anggota militer aktif dalam tindak pidana tersebut diadili oleh Pengadilan dalam lingkup Peradilan Militer;

-       Proses penyidikan dilakukan oleh suatu tim tetap yang terdiri dari Penyidik dari Kejaksaan Agung (dalam hal ini adalah Kejaksaan Negeri sesuai tempat kejadian perkara) dan Polisi Militer Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sekarang Tentara Nasional Indonesia/TNI) serta Oditur Militer (Penyidik di kalangan TNI, setingkat dengan Kejaksaan Negeri) atau Oditur Militer Tinggi (setingkat dengan Kejaksaan Tinggi);

-       Tim penyidik dibentu berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) dari Menteri Pertahanan dan Keamanan (sekarang Menteri Pertahanan) dan Menteri Kehakiman (sekarang Ketua Mahkamah Agung RI);

Demikian kiranya proses awal dari penyidikan apabila terjadi suatu tindak pidana yang dilakukan oleh warga sipil bersama-sama dengan anggota militer aktif dan bagaimana proses persidangan akan dilakukan akan dijelaskan pada bagian berikutnya. (BERSAMBUNG).

Senin, 29 Januari 2024

Menakar Berat / Ringannya Tindak Pidana



            Seringkali masyarakat bertanya-tanya mengenai berat/ringannya pidana terhadap seseorang atau beberapa orang Terdakwa. Tidak dapat dipungkiri bahwa atas tindak pidana atau dalam masyarakat dikenal dengan istilah kejahatan yang sama, akan tetapi pidana yang diterima antar pelakunya bisa berbeda-beda. Hal ini tentu menjadi pertanyaan masyarakat bahkan tidak jarang menuimbulkan pertanyaan apakah ada permainan atau kongkalikong antara pelaku tindak pidana dengan hakim yang menyidangkannya.

            Suatu hal yang wajar apabila masyarakat awam bertanya-tanya mengenai hal ini, sebab meskipun persidangan sifatnya terbuka untuk umum, akan tetapi proses pengambilan putusan yang dilakukan oleh Majelis Hakim sifatnya adalah tertutup yang biasanya dilakukan  setelah pembacaan surat tuntutan oleh Jaksa/Penuntut Umum.

Seringkali yang paling dilupakan oleh masyarakat adalah bahwa setiap Terdakwa atau pelaku kejahatan adalah mereka mempunyai hak untuk membela diri melalui tahapan pembelaan yang hak tersebut diberikan oleh Majelis Hakim kepada Terdakwa setelah Jaksa/Penuntut Umum membacakan surat tuntutannya. Akan tetapi, seringkali pula bahwa Terdakwa atau Penasihat Hukum Terdakwa tidak menggunakan hak tersebut secara baik, dalam arti pembelaan yang dilakukan secara tertulis tidak berisikan hal-hal yang bersifat substansial yang terjadi selama persidangan, misalkan mengenai pembuktian di persidangan maupun keterangan Terdakwa di persidangan

Ada beberapa hal yang patut masyarakat awam ketahui mengenai musyawarah Majelis Hakim sebelum menjatuhkan putusan terhadap seorang atau beberapa orang Terdakwa. Beberapa hal tersebut diantaranya adalah sebagaimana yang akan dijelaskan di bawah ini.

1.    Sifatnya Tindak Pidana

Perihal ini berkaitan dengan alasan kenapa seseorang melakukan tindak pidana, apakah dikarenakan pelaku adalah alasan pelaku untuk melakukan tindak pidana. Misalnya, seseorang melakukan tindak pidana karena melakukan pembelaan terpaksa atau pelaku tersebut memang memiliki kepribadian yang gemar melakukan tindak pidana.

2.    Keberadaan Terdakwa

Yang dimaksud dengan keberadaan Terdakwa adalah apakah Terdakwa atau pelaku tindak pidana ini adalah residivis atau mengulangi tindak pidana atau Terdakwa baru pertama kali melakukan tindak pidana. Keadaan ini yang sering tidak diperhatikan apabila ada vonis pengadilan terhadap seorang atau beberapa orang Terdakwa, meskipun hal ini merupakan unsur terpenting dari terbukti suatu tindak pidana.

3.    Ada Tidaknya Unsur Pembenar Atau Unsur Pemberat

Unsur Pembenar adalah pengertian mengenai alasan dari Terdakwa melakukan suatu tindak pidana, misalnya dikarenakan Terdakwa harus melakukannya karena menyelamatkan jiwanya atau menyelamatkan orang lain, misalnya ketika seseorang melakukan tindak pidana karena dirinya terancam jiwanya saat dirinya dijambret atau diancam jiwanya oleh orang lain. Bisa dikatakan hal ini sebagai alasan yang bisa meringankan atau bahkan bisa membebaskan Terdakwa.

Sedangkan Unsur Pemberat adalah pengertian ada atau tidaknya unsur yang dapat memberatkan suatu tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa, misalnya tindak pidana pembunuhan berencana.

4.    Adanya Permohonan Maaf Dari Terdakwa

Dalam beberapa tindak pidana yang melibatkan adanya korban, maka akan dipertimbangkan pula apakah setelah kejadian tindak pidana tersebut ada upaya dari Terdakwa untuk meminta maaf atau bahkan menolong korban atau tidak atau justru membiarkan korban.

Dalam tindak pidana korupsi, wujud dari permohonan maaf dari Terdakwa adalah adanya tindakan nyata dari Terdakwa untuk mengembalikan uang negara yang telah dinikmati, meskipun pengembalian uang negara ini tidak menghapuskan sifat dari suatu tindak pidana, dalam arti Terdakwa tetap harus dijatuhi pidana atau dihukum atas perbuatan yang dilakukannya.

Adanya permintaan maaf atau pertolongan terhadap korban atau setidaknya membantu pembiayaan pemgobatan korban, bisa menjadi pertimbangkan untuk meringankan Terdakwa.

            Demikian kiranya perihal pertimbangan Hakim / Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan atas suatu tindak pidana. Semoga bisa menjadi bahan pembelajaran bagi kita semua sehingga bisa memahami apabila ada vonis Hakim dari suatu tindak pidana.

 

Senin, 18 Desember 2023

Kekerasan Dalam Rumah Tangga Kembali Mencuat

 


            Beberapa kejadian miris berkaitan dengan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kembali terjadi. Kasus pembunuhan terhaadap anak kandung oleh orang tua juga pembunuhan orang tua oleh anak kandung kembali mewarnai pemberitaan di media massa, seakan tidak mau kalah dengan pemberitaan lainnya.

            Harus dipahami, kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya meliputi kekerasan yang dialami oleh istri yang dilakukan oleh suami atau sebaliknya namun juga kekerasan yang dialami oleh anggota keluarga yang dilakukan oleh anggota keluarga yang lain. Ancaman pidananyapun juga sangat tinggi yaitu ancaman pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun ditujukan bagi pelaku KDRT yang menyebabkan korbannya meninggal dunia. Namun kembali, hal ini juga tidak mengurangi perilaku yang mengarah kepada kekerasan dalam rumah tangga.

            Pertanyaanya adalah apa yang salah? Seharusnya dikembalikan lagi kepada tujuan utama membentuk keluarga sebagaimana tercantum dalam Pasal UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Jika setiap orang menyadari tentang tujuan membentuk keluarga ini, tentu bisa terhindarkn dari perilaku yang menjurus kepada kekerasan dalam rumah tangga.

            Peran serta masyarakat dalam mencegah kekerasan dalam rumah tangga sangat diperlukan. Ketidakpedulian kita terhadap kehidupan tetangga kita seringkali menjadikan kita luput  memperhatikan bahwa terdapat ancaman kekerasan dalam rumah tangga. Kita wajib menegur atau bahkan melaporkan kepada pihak yang berwenang, apabila kita menjumpai perilaku yang menjurus kepada kekerasan dalam rumah tangga apalagi jika perilaku tersebut, bisa membahayakan keselamatan jiwa seseorang dalam suatu keluarga.

            Ketidakpedulian kita akan menyebabkan perilaku kekerasan dalam rumah tangga menjadi semakin marak dan seakan dibenarkan dalam masyarakat kita, meskipun kita tidak akan membenarkannya. Harus ada kesadaran dari diri kita, bahwa kita juga harus menjaga keamanan dan juga kenyamanan hidup dalam bermasyarakat. Dapat kita bayangkaan betapa repotnya kita jika ternyata dalam lingkungan kita terdapat kejadian kekerasan dalam rumah tangga yang sedang dilakukan proses hukum, tentu banyak orang dalam lingkungan masyarakat tersbeut yang akan diperiksa oleh petugas kepolisian, hal ini pasti akan merepotkan karena selain waktu kita yang akan terbuang untuk pemeriksaan polisi juga mungkin akan menghabiskan biaya selama pemeriksaan.

            Akhir kata, kehidupan bermasyarakat tentu harus bisa menjaga marwah kehidupan keluarga yang ada dalam masyarakat tersebut. Jangan sampai kita acuh akan kehidupan keluarga lain tanpa harus ikut campur urusan keluarga tersebut, namun setidaknya jika terdapat indikasi dalam suatu keluarga akan terjadi kekerasan, kita dapat ikut mencegahnya.

Kamis, 07 Desember 2023

Hukum Humaniter Yang Terabaikan

 


 

            Seakan-akan telah habis kata-kata untuk mengomentari agresi militer Israel terhadap bangsa dan negara Palestina, entah harus berbicara dengan cara apalagi untuk menghentikan kebiadaban agresi militer Israel tersebut. Dengan dalih apapun, agresi militer tersebut mengakibatkan korban jiwa lebih dari 15.000 dan korban luka yang mencapai puluhan ribu orang serta tidak dihitung lagi jumlah korban yang hilang atau belum ditemukan diantara reruntuhan bangunan di Gaza.

            Secara hukum Internasional, agresi militer tersebut sudah dapat disebut sebagai gerakan pembasmian massal atau genoside dan yang lebih miris lagi, diantara korban tersebut adalah para staf dari Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang sedang bekerja membantu para penduduk Gaza dari kengerian agresi-agresi militer Israel sebelumnya ditambah kurangnya kebutuhan pokok bagi kehidupan masyarakat di Gaza. Para staf  PBB tersebut jugaa terdiri dari berbagai bangsa yang benar-benar telah mengorbankan diri mereka demi pelayanan kemanusiaan, apalagi terdapat juga korban jiwa dari kalangan jurnalis, yang dengan keberanian luar biasa telah memberikan laporan pandangan mata langsung di lokasi pengeboman.

            Tidak bisa dibayangkan ketika melakukan peliputan demi sebuah berita, tiba-tiba ada bom yang meledak tidak jauh dari tempat jurnalis tersebut berdiri atau bahkan menjadi korban saat peliputan berita. Benar-benar Hukum Humaniter yang diakui oleh bangsa-bangsa di dunia, bahkan oleh Israel sekalipun telah dilanggar dan diinjak-injak tanpa peduli bahwa perbuatan tersebut sudah mencederai rasa kemanusiaan.

            Kepada para relawan yang masih bertugas di Gaza, kami sangat menghormati dan mengagumi keberanian anda demi tegaknya kemanusiaan tanpa memandang suku, ras, negara, agama bahkan kepentingan yang berbeda-beda. Doa kami untuk keselamatan kaalian semua dan doa kami supaya Israel segera menyadari kesalahannya dan segera menghentikan genosida yang telah dilakukannya.

            Apapun jenis perangnya, tetap ada aturan-aturan yang harus ditaati, pada jaman dahulu peperangan diatur hanya dapat dilakukan dari paagi menyingsing hingga matahari tenggelam, hal ini dikarenakan pada masa itu, masih terbatasnya tekhnologi yang bisa membantu pengelelihatan di malam hari, sedangkan sekarang perang bisa dilakukan siang maupun malam hari. Akan tetapi, tetap ada batasan yang harus dipatuhi diantaranya tidak boleh menyerang orangtua, anak-anak dan wanita, tidak boleh menyerang tempat ibadah, tidak boleh menyerang fasilitas kesehatan dan fasilitas umum lainnya, membantu yang terluka, sekalipun itu adalah lawannya dan masih banyak seabreg lagi aturan Hukum Humaniter lain yang diberlakukan. Dan, itu semua sudah dilanggar Isarel ketika melakukan agresi militer saat ini. Mengakhiri tulisan ini, mari kita bersama-sama berdoa bagi masyarakat Gaza supaya bisa diberikan kekuatan dan tetap tabah, semoga pertolongan segera datang membantu. Terima kasih.

Selasa, 21 November 2023

Apa Yang Diperbutkan Dalam Perang?


 

            Mungkin sering terbetik dalam benak kita, apa sebenarnya yang menyebabkan terjadinya suatu perang? Entah itu perang antar negara, perang antar suku atau bahkan perang antar agama. Semuanya pernah dan mungkin saat ini masih terjadi di dunia.

Secara singkat, mungkin dapat dijelaskan daam tulisan ini dan tulisan ini tidak bertendensi ke arah manapun, hanya sekedar mengulas berbagai peristiwa yang bisa menjadi sebab terjadinya peperangan. Apapun alasannya, perang merupakan jalan terakhir bahkan ada sebuah adegium yang menyatakan bahwa apabila suatu negara ingin damai dan berdaulat maka negara tersebut harus siap berperang. Entah benar atau tidak adegium tersebut, namun nyatanya adegium tersebut masih dipegang dan dipedomani oleh banyak negara.

Ada banyak sebab terjadi peperangan, namun secara garis besar mungkin dapat disebutkan beberapa penyebab terjadinya peperangan, yaitu :

1.    Mempertahankan Harga Diri

Sering menjadi alasan utama terjadinya peperangan, tidak hanya antar negara, bahkan perkelahian antar individu juga banyak disebabkan oleh alasan mempertahankan harga diri. Khusus mengenai harga diri negara, memang sudah seharusnya dipertahankan terutama ketika terjadi penghinaan atau pelecehan terhadap suatu negara yang dilakukan oleh negara lain.

Mungkin bisa diambil contoh adalah perang antara Rusia dengan Ukraina, yaitu ketika Rusia sebagai negara besar, yang cenderung mendikte ke negara lain yang lebih kecil dan juga pernah menjadi bagian dari negara besar yaitu Uni Soviet, bisa jadi ada perilaku dari Rusia yang menghina harga diri dari Ukraina, demikian juga sebaliknya.

Sekecil apapun perang yang terjadi, yang menjadi korban tetaplah rakyat, yang tidak memiliki kemampuan untuk membela diri, khususnya dalam perang yang terjadi saat ini yang lebih banyak menggunakan senjata api maupun alat peledak yang mempunyai kemampuan mematikan yang mengerikan.

2.    Menjaga Kedaulatan Wilayah Negara

Meskipun setiap negara berhak menentukan wilayah beserta batas-batasnya, namun tidak dapat dipungkiri bahwa wilayah beserta batas-batasnya dari suatu negara disetujui atau disepakati oleh negara lain, terutama oleh negara yang berbatasan langsung dengan negara tersebut. Hal ini menyebabkan banyaknya pelanggaran batas wilayah yang dilakukan oleh suatu negara terhadap negara lain.

Pelanggaran batas wilayah ini bukan tanpa sebab, ada banyak hal yang bisa menyebabkan pelanggaran wilayah suatu negara oleh negara lain, diantaranya adalah diambilnya wilayah suatu negara yang berbatasan dengan negara yang menetapkan batas wilayahnya, pelanggaran yang dilakukan dikarenakan ketidaktahuan mengenai batas suatu negara, misalkan kapal nelayan suatu negara yang karena keterbatasan navigasi yang dimilikinya, menyebabkan kapal nelayan pelanggaran wilayah karena terkena bencana alam, misalkan sebuah pesawat terbang yang dikarenakan terkena badai, terpaksa harus melintasi wilayah suatu negara tanpa ijin, meskipun untuk hal yang demikian masih dapat dimaafkan bahkan negara yang dilintasi oleh pesawat terbang tersebut diwajibkan memberikan bantuan dan pertolongan yang dibutuhkan, pelanggaran wilayah karena ingin merebut wilayah dari suatu negara, untuk hal ini tentu akan menyebabkan peperangan diantara dua negara dan bahkan bisa melibatkan negara lain dan masih banyak lagi penyebab pelanggaran wilayah suatu negara.

3.    Perebutan Sumber Daya Alam

Tidak dapat dipungkiri, dengan luasnya wilayah suatu negara, menyebabkan negara tersebut menjadu negara yang kaya dengan sumber daya alam. Hal demikian tentu bisa membuat iri dari negara-negara yang berbatasan langsung maupun negara yang memang secara alami tidak memilki sumber daya alam yang banyak.

Perebutan sumber daya alam ini sering menjadi alasan utama terjadinya peperangan atau setidaknya gesekan baik secara politik maupun militer diatara dua negara atau lebih dan contoh paling mudah adalah seringnya terjadi gesekan di wilayah Laut Chinaa Selatan yang diklaim merupakan wilayah dari beberapa negara, bersyukur sampai saat ini tidak pernah terjadi perang terbuka dan besar-besaran di wilayah tersebut.

4.    Perebutan Kekuasaan

Untuk perang yang ini sering terjadi di dalam suatu negara dikarenakan adanya sekelompok orang yang merasa dirinya lebih berhak untuk memimpin negara tersebut dibandingkan kelompok yang meskipun kelompok lain bisa memimpin negara tersebut sebagai hasil dari suatu pemilihan umum yang diselenggarakan di negara tersebut. Perang ini bisa meluas menjadi perang antar suku maupun antar agama, hal ini tidak lain dikarenakan kelompok yang satu merasa lebih baik dari kelompok yang lain.

Perang dalam perebutan kekuasaan bahkan bisa melibatkan negara lain yang memang memiliki kepentingan atas sumber daya alam dari negara tersebut. Contoh yang paling nyata dari perang ini adalah perang yang banyak terjadi di negara-negara di benua Afrika, entah siapa yang benar atau yang salah, tetap saja yang menjadi korban adalah rakyat, khususnya orang tua, perempuan dan anak-anak, disamping terhambatnya pembangunan negara tersebut yang seharusnya bisa dilakukan demi kemajuan negara tersebut.

            Semoga perang yang terjadi saat ini bisa cepat berakhir dan kembali mengutamakan keamanan dan kesejahteraan rakyat dibandingkan lebih mementingkan peperangan yang justru semakin menyengsarakan rakyat. Dunia akan semakin indah apabila dipenuhi dengan perdamaian dan persaudaraan.

Selasa, 10 Oktober 2023

Catatan Singkat Kasus Kopi Sianida



 

 

            Kembali ramai pemberiataan mengenai sebuah film singkat dengan judul Iced Cool yang membahas kembali mengenai perkara kopi sianida yang melibatkan seorang Terdakwa bernama Jessica Kumala Wongso yang sudah diputus dengan putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) yaitu dengan putusan pidana penjara selama 20 (dua puluh) tahun penjara. Apapun putusan yang dijatuhkan tersebut, harus kita hormati, mengingat negara kita menjujung tinggi supremasi hukum sebagai salah satu sarana pengatur tata kehidupan masyarakat.

            Catatan ini bukan bermaksud membahas mengenai putusan yang sudah dijatuhkan, hanya sekedar membahas hal-hal kecil yang mungkin terlewatkan selama persidangan kasus tersebut, baik di tingkat pertama (di Pengadilan Negeri), di tingkat banding (di Pengadilan Tinggi), di tingkat kasasi (di Mahkamah Agung) maupun di tingkat peninjauan kembali (di Mahkamah Agung). Hal ini hanya sebagai pengingat bagi kita semua, bahwa jalannya persidangan harus dilakukan secara detail dan teliti sehingga bisa menghasilkan putusan yang berdasarkan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan.

            Perkara kopi sianida terjadi di tahun 2016 dan putusan atas perkara tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) pada tahun 2017. Dari jalannya persidangan perkara tersebut, dapat diberikan beberapa catatan singkat :

1)      Belum diterapkannya Scientific Evidence sebagai alat bukti dalam persidangan, yaitu:

-       Pada tahun-tahun tersebut prsedur persidangan perkara pidana, khususnya dalam  hal pembuktian, masih mengacu kepada ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP yang menyebutkan alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan Terdakwa;

-       Untuk keterangan saksi, sangat mungkin terjadi tidak ada saksi yang melihat langsung kejadian tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa;

-       Untuk keterangan ahli, hanya didsarkan pada keilmuan yang dimilki oleh ahli yang diperiksa di persidangan yang tidak akan menjelaskan fakta yang terjadi pada tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa maupun kondisi korban;

-       Untuk bukti surat, masih didasarkan pada surat-surat yang dibuat atas sumpah atau surat yang dikuatkan dengan sumpah yang hanya tertuju pada surat berupa akta resmi maupun akta di bawah tangan yang dikuatkan oleh sumpah;

-       Untuk petunjuk, masih didasarkan pada kesesuaian antara bukti keterangan saksi, keterangan ahli, bukti surat maupun keterangan Terdakwa;

-       Untuk keterangan Terdakwa, sangat mungkin Terdakwa akan menyangkal segala dakwaan terhadap dirinya dengan berbagai alibi;

-       Pada perkara a quo hanya terdapat bukti surat Visum et Repertum yang kekuatan pembuktiannya cukup lemah mengingat dalam perkara pembunuhan atau menghilangkan nyawa seseorang, seharusnya dilakukan Otopsi yang kemudian dituangkan dalam Berita Acara Otopsi yang dapat digunakan sebagai bukti berdasarkan keilmuan atau Scientific Evidence;

-       Ketika putusan Hakim didasarkan pada Scientific Evidence maka putusan tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan bukan putusan yang berdasarkan asumsi-asumsi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah;

-       Sebenarnya penggunaan Scientific Evidence sebagai alat pembuktian di persidangan, baru muncul dan digunakan pada pertengahan tahun 2016 akan tetapi belum digunakan secara merata, bahkan di pengadilan negeri yang berada di Jakarta sekalipun;

-       Selain Berita Acara Otopsi, yang juga termasuk dalam Scientific Evidence adalah Berita Acara Digital Forensic yang akan dijelaskan di bawah;

-          Scientific Evidence seharusnya sudah masuk di dalam ketentuan bukti surat sebagaimana ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP sebagaimana telah penuis jelaskan dalam tulisan sebelumnya di https://santhoshakim.blogspot.com/search?q=alat+bukti+ilmiah;  

2)      Tidak dilakukannya Otopsi, yaitu :

-          Dalam berbagai kasus pembunuhan atau penghilangan nyawa seseorang, pihak Penyidik selalu meminta dilakukannya otopsi kepada pihak yang berwenang, yaitu pihak Kedokteran Forensik yang ada di Rumah Sakit;

-          Alasan harus dilakukannya otopsi adalah supaya dapat diketahui secara tepat penyebab kematian seseorang dalam suatu perkara pidana;

-          Sangat mungkin terjadi seseorang meninggal bukan karena sabetan senjata tajam atau terkena peluru senjata api tetapi karena keracunan minuman atau makanan, meskipun di tubuh orang tersebut terdapat bekas tebasan senjata tajam atau lubang peluru dari senjata api;

-          Keakuratan dari penyebab kematian korban dari hasil otopsi ini yang kemudian dituangkan dalam Berita Acara Otopsi yang akan digunakan sebagai bukti berdasarkan keilmuan atau Scientific Evidence;

-          Dengan adanya Scientific Evidence, maka apapun putusan Hakim dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dapat menjadi rujukan bagi putusan sejenis selanjutnya atau (jurisprudence);

3)      Tidak dilakukannya Digital Forensic, yaitu :

-          Pada persidangan kasus kopi sianida juga dimunculkan bukti rekaman CCTV yang bisa menggambarkan keadaan pada saat kejadian;

-          Dalam tulisan penulis sebelumnya di https://santhoshakim.blogspot.com/search?q=digital+forensic, telah dijelaskan bagaimana tahapan sebuah dokumen elektronik, baik itu berupa email maupun gambar atau film bisa dijadikan alat bukti di persidangan;

-          Dalam kasus a quo, baik Penyidik maupun Penuntut Umum tidak melakukan Digital Forensic terhadap bukti dalam CCTV, bahkan Majelis Hakimpun tidak pula menanyakan apakah terhadap barang bukti CCTV sudah dilakukan Digital Forensic atau belum;

-          Dalam persidangan modern, ketiadaan Digital Forensic atas suatu bukti digital, maka bukti digital tersebut harus dinyatakan tidak dapat digunakan sebagai alat bukti di persidangan;

-       Apabila terhadap suatu bukti digital sudah dilakukan Digital Forensic, maka bukti digital tersebut sudah dikategorikan sebagai bukti berdasarkan keilmuan atau Scientific Evidence;

           Kiranya, hal tersebut di atas yang menjadi catatan dari perkara kopi sianida yang saat ini putusannya telah mempunyai kekuatan hukum mengikat (inkracht van gewijsde). Semoga hal ini bisa menjadi pembelajaran bagi kita semua dalam upaya penegakan hukum di Indonesia. 

Senin, 09 Oktober 2023

Bagaimana cara mendirikan Perseroan Terbatas (PT) di Indonesia?




1)    Mengajukan nama Perseroan Terbatas (PT) yang didaftarkan oleh Notaris melalui Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) Kemenkumham dengan melampirkan persyaratan yang dibutuhkan yaitu asli formulir dan pendirian surat kuasa, fotocopy Kartu Identitas Penduduk (KTP) para pendirinya dan para pengurus perusahaan dan fotocopy Kartu Keluarga (“KK”) pimpinan/pendiri PT;

2)    Melakukan pembuatan Akta Pendirian PT di Notaris;

3)    Pembuatan SKDP (Surat Keterangan  Domisili PT) yang diajukan kepada Kantor Kelurahan setempat sesuai dengan alamat kantor PT berada, sebagai bukti keterangan/keberadaan alamat perusahaan (domisili gedung, jika di gedung) dengan melampirkan fotocopy Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun terakhir, Perjanjian Sewa atau kontrak tempat usaha bagi yang berdomisili bukan di gedung perkantoran, Kartu Tanda Penduduk (KTP) Direktur, Izin Mendirikan Bangun (IMB) jika PT tidak berada di gedung perkantoran;

4)    Pembuatan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) yang diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan keberadaan domisili PT dengan melampirkan NPWP pribadi Direktur PT, fotocopy KTP Direktur (atau fotocopy Paspor bagi WNA, khusus PT PMA), SKDP, dan Akta Pendirian PT;

5)    Pembuatan Anggaran Dasar PT yang diajukan kepada Menteri Kemenkumham untuk mendapatkan pengesahan Anggaran Dasar Perseroan (akta pendirian) sebagai badan hukum PT sesuai dengan UUPT dengan melampirkan  Bukti Setor Bank senilai Modal Disetor dalam Akta Pendirian, Bukti Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebagai pembayaran berita acara negara dan asli Akta Pendirian PT;

6)    Mengajukan SIUP (Surat Ijin Usaha Perdagangan) yang diajukan Kepala Suku Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan/atau Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah dan Perdagangan kota atau kabupaten terkait sesuai dengan domisili PT. Adapun klasifikasi dari SIUP berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan No.39/M-DAG/PER/12/2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perdagangan No.36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan;

7)    Mengajukan TDP (Tanda Daftar Perusahaan) yang diajukan kepada Kepala Suku Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan/atau Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah dan Perdagangan Kota atau Kabupaten terkait sesuai dengan domisili perusahaan dan bagi perusahaan yang telah terdaftar akan diberikan sertifikat TDP sebagai bukti bahwa perusahaan/badan usaha telah melakukan wajib daftar perusahaan sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No.37/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Perusahaan;

8) Mengajukan permohonan pencantuman PT di dalam Berita Acara Negara Republik Indonesia (BNRI) kepada Menteri Kemenkumham, yaitu bahwa setelah perusahaan melakukan wajib daftar perusahaan dan telah mendapatkan pengesahan dari Menteri Kemenkumham, maka harus di umumkan dalam BNRI dari perusahaan yang telah diumumkan dalam BNRI, maka PT telah sempurna statusnya sebagai badan hukum.

KONEKSITAS (Bagian 1)

              Kadangkala suatu tindak pidana dilakukan tidak hanya oleh warga sipil akan tetapi juga oleh warga sipil bersama-sama dengan ...